Minggu, 06 Januari 2013
Kebersamaan....
Kisah manist yg tak terlupkan dalam hidupku..
rocknroll adalh nama Grup qta..di sini tempat qta hidup menambah ilmu..kota malang adalh kota persinggahan qta.begitu banyak kisah antara q dan teman-temanku. qta seluu bersama dalam susah n senang,,
akan sellu kgen sama kalian semua sahabatku...
Diposting oleh Unknown di 20.39 0 komentar
UNDANG – UNDANG KESEHATAN
“ Survei Pendistribusian Obat di
APOTEK”
Oleh
sigfried
tongge
Wahid
hasim
AKADEMI
FARMASI PUTERA INDONESIA MALANG
Oktober,
2012
1.
OBAT BEBAS
Obat bebas adalah obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter ( atau disebut obat OTC = Over The
Counter ) dan dijual secara bebas karena aman untuk pengobatan sendiri, biasanya
digunakan untuk penyakit ringan misalnya diare, vitamin. Obat bebas terdiri
dari Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas.
2.
OBAT BEBAS TERBATAS
( dahulu disebut daftar W = Waarschuwing = peringatan ), yakni
obat-obatan yang dalam jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotek tanpa resep dokter, memakai tanda lingkaran biru bergaris
tepi hitam. Pada kemasan obat seperti ini biasanya tertera peringatan
bertanda kotak kecil berdasar warna gelap atau kotak putih bergaris tepi hitam,
dengan tulisan sebagai berikut:
P. No. 1 : Awas ! Obat Keras bacalah aturan
pemakaiannya.
P. No. 2 : Awas ! Obat Keras. Hanya untuk
kumur, jangan ditelan.
P. No. 3 : Awas ! Obat Keras. Hanya untuk
bagian luar dari badan
P. No. 4 : Awas ! Obat Keras. Hanya untuk
dibakar.
P. No. 5 : Awas ! Obat Keras. Tidak boleh
ditelan.
P. No. 6 : Awas ! Obat Keras. Obat wasir,
jangan ditelan.
3.
OBAT KERAS DAN PSIKOTROPIKA
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam
lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Asam
Mefenamat
Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental
dan perilaku. Contoh : Diazepam, Phenobarbital
4.
OBAT
NARKOTIKA
Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan.
Contoh
: Morfin, Petidin
Sebelum menggunakan obat, termasuk obat bebas dan bebas
terbatas harus diketahui sifat dan cara pemakaiannya agar penggunaannya tepat
dan aman. Informasi tersebut dapat diperbolehkan dari etiket atau brosur pada
kemasan obat bebas dan bebas terbatas.
Diposting oleh Unknown di 10.03 0 komentar
Label: FTS Liqiud, Undang - Undang Kesehatan
UUK ( Undang - undang Kesehatan )
DIREKTORAT
JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
UNDANG
– UNDANG OBAT KERAS
(
St. No. 419 tgl. 22 Desember 1949 )
PASAL
I
Undang
– undang obat keras ( St. 1937 No. 541) ditetapkan kembali sebagai
berikut
:
Pasal
1
(1)
Yang dimaksud dalam ordonansi ini dengan :
a.
“ Obat-obat keras “ yaitu obat-obatan yang tidak digunakan untuk keperluan
tehnik, yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan, membaguskan,
mendesinfeksikan dan lain-lain tubuh manusia, baik dalam bungkusan maupun
tidak, yang ditetapkan oleh Secretaris Van Staat, Hoofd van het Departement van
Gesondheid, menurut ketentuan pada Pasal 2.
b.
“Apoteker “ : Mereka yang sesuai dengan peraturan yang berlaku mempunyai
wewenang untuk menjalankan praktek peracikan obat di Indonesia sebagai seorang
Apoteker sambil memimpin sebuah Apotek.
c.
“Dokter pemimpin Apotek” : yaitu Dokter-dokter yang memimpin Apotek
Dokter sesuai dengan Pasal 49 dari “Reglement D.V. G”.
d.
“Dokter-dokter” : Mereka yang menjalankan praktek-praktek pengobatan dan
yang memegang wewenang menurut peraturanperaturan yang berlaku.
e.
“Dokter-dokter Gigi” : Mereka yang menjalankan praktek-praktek pengobatan
Gigi dan yang memegang wewenang menurut peraturanperaturan yang berlaku.
f.
“Dokter-dokter Hewan” :
1.
Mereka yang menjalankan pekerjaan Kedokteran Hewan di Indonesia dan berijazah
Dokter Hewan Belanda.
2.
Mereka yang menjalankan kedokteran Hewan di Indonesia yang memegang Ijazah dari
Negara lain dan kemudian diberi izin
menjalankan
praktek di tanah Belanda atau dapat diangkat sebagai Dokter Hewan pemerintah.
3.
Mereka yang menjalankan pekerjaan Kedokteran Hewan di Indonesia dan berijazah
Dokter Hewan Bogor.
g.
”Pedagang-pedagang Kecil yang diakui” : Mereka yang bukan AApoteker atau
Dokter, atau Dokter Hewan yang sesuai dengan Pasal 6 memperoleh izin dan
berwenang untuk menyerahkan obat-obat keras tertentu.
h.
“Pedagang-pedagang Besar yang diakui” : Mereka yang bukan Apoteker yang
sesuai dengan Pasal 7 berwenang untuk menyerahkan segala macam obat-obat keras
sesuai dengan Ordonansi ini.
i.
“Menyerahkan” : Termasuk penjualan, menawarkan untuk penjualan dan
penjualan keliling.
j.
“Secretarist van St” : Secretarist van staat, Kepala D.V.D. jakarta
k.
“Obat-obatan G” : oabta-obat keras yang oleh Sec. V. St. didaftar pada
daftar obat-obatan berbahaya (gevaarlijk; daftar G).
l.
“Obatan-obatan W” : Obat-obat keras yang oleh Sec.V.St. didaftar pada
daftar peringatan ( warschuwing; daftar W).
(1)
Dalam Ordonansi ini nyang dimaksudkan dengan H.P.B. pada daerah-daerah tanpa
tugas semacam ini, yaitu seorang petugas yang ditunjuk oleh Residen.
Pasal
2
(1).
Sec. V. St. mempunyai wewenang untuk menetapkan bahan-bahan sebagai obat-obat
keras.
(2).
Penetapan ini dijalankan denganb menempatkan bahan-bahan itu pada suatu daftar
G ataudaftar W.
(3).
Daftar G dan W beserta tambahan-tambahannya diumumkan oleh Sec. V. St. dalam
Javase-Courant.
(4).
Penetapan ini dianggap telah berlaku untuk/Jawa dan madura mulai hari yang ke
30 dan untuk daerah-daerah lain di Indonesia mulai hari yang ke 100 setelah
pengumuman dari daftar-daftar dan tambahan-tambahan di javase Courant.
Pasal
3
(1).
Penyerahan persediaan untuk penyerahan dan penawaran untuk penjualan dari
bahan-bahan G, demikian pula memiliki bahan-bahan ini dalam jumlah sedemikian
rupa sehingga secara normal tidak dapat diterima bahwa bahan-bahan ini hanya
diperuntukkan pemakaian pribadi, adalah dilarang. Larangan ini tidak berlaku
untuk pedagang-pedagang besar yang diakui, Apoteker-apoteker, yang memimpin
Apotek dan Dokter Hewan.
(2).
Penyerahan dari bahan-bahan G, yang menyimpang dari resep Dokter, Dokter Gigi,
Dokter Hewan dilarang, larantgan ini tidak berlaku bagi penyerahan-penyerahan
kepada Pedagang - pedagang Besar yang diakui, Apoteker-apoteker, Dokter-dokter
Gigi dan Dokter-dokter Hewan demikian juga tidak terhadap penyerahan-penyerahan
menurut ketentuan pada Pasal 7 ayat 5.
(3).
Larang-larang yang dimaksud pada ayat-ayat tersebut diatas tidak berlaku untuk
penyerahan obat-obat sebagaimana dimaksudkan Pasal 49 ayat 3 dan 4 dan Pasal 51
dari “Reglement D.V.D.”.
(4).
Sec.V.St. dapat menetapkan bahwa sesuatu peraturan sebagaimana dimaksudkan pada
ayat 2, jika berhubungan dengan penyerahan obat-obatan G yang tertentu yang
ditunjukan olehnya harus ikut ditandatangani oleh seorang petugas khusus yang
ditunjuk. Jika tanda tangan petugas ini tidak terdapat maka penyerahan
obat-obatan G itu dilarang.
Pasal
4
(1).
Penyerahan, persediaan untuk penyerahan dan penawaran untuk penjualan dan
bahan-bahan W, demikian pula memiliki bahan-bahan ini dalam jumlah sedemikian
rupa sehingga secara normal tidak dapat diterima bahwa bahan-bahan ini hanya
diperuntukan pemakaian pribadi, adalah dilarang, larangan ini tidak berlaku
untuk Pedagang-pedagang Besar yang diakui, Apoteker-apoteker, Dokter-dokter,
yang memimpin Apotek, Dokter hewan dan Pedagang kecil yang diakui di dalam
daerah mereka yang resmi.
(2).
Peraturan larangan ini tidak berlaku terhadap penyerahan obat-obatan sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal 49 ayat 3 dan 4 Pasal 51 dari “Reglement DVG”.
(3).
Peraturan larangan ini juga tidak berlaku untuk penyerahan-penyerahan berdasarkan
Pasal 6 Ayat 6 dan pasal 5 Ayat 3 dari Undang-undang Obat Keras ini.
Pasal
5
(1).
Pemasukan, Pengeluaran, Pengangkutan, atau suruh mengangkut bahanbahanG
dilarang, terkecuali dalam jumlah yang sedemikian rupa sehinggasecara normal
dapat diterima bahwa bahan-bahan ini
hanya diperuntukkan pemakaian pribadi.
(2).
Laranagn ini tidak berlaku jika tindakan ini dijalankan oleh pemerintah atau Pedagang-pedagang
besar yang diakui atau pengangkutan-pengangkutan oleh Apoteker-apoteker,
Dokter-dokter yang memimpin Apotek dan Dokter Hewan.
(3).
Dalam soal-soal khsus, Inspektur Farmasi D.V.G. di jakarta dapat memberikan
kelonggaran penuh atau sebagian terhadap larangan ini.
Pasal
6
(1).
Mereka yang ingin menjad pedagang kecil diakui harus memasukkan permohonan izin
tertlis kepada Pemerintah setempat. Baik permintaan untuk izin maupun izinnya
sendiri dibebaskan dari meterai. Izin ini berisi nama yang bersangkutan dan tidak
boleh dipindahkan kepada orang lain dan hanya berlaku untuk tempat atau daerah
yang tertera dalam izin tersebut . izin ini batal dengan meninggalnya pemegang
izin atau dengan kepindahannya dari daerah dimana izin berlaku. Jika izin
diberikan kepada rechtspersoon, maka izin batal pada saat batalnya
rechtspersoon dari tempat atau daerah, dimana izin berlaku. Sebelum memutuskan
permintaan permohonan, pemerintah setempat mohon nasehat dari kepala Dinas
Kesehatan dari wailayah dimana yang bersangktan hendak menjual obat-obat W.
(2).
Izin yang dimaksudkan pada Ayat yang pertama dapat ditolak dengan diberitahukan
alasannya, atau dapat diikat dengan ketentuan-ketentuan tertentu atau dapat
diberikan untuk hanya beberapa obat-obat W yang tertentu.
(3).
Izin yang telah diberikan oleh kepala Pemerintah setempat setelah diperoleh
saran-saran dari kepala Kesehatan dalam ayat 1 dapat dicabut dengan suatu
keputusan di mana dinyatakan alasan-alasannya, atau dapat diikat dengan
ketentuan tertentu atau suatu jangka waktu yang tertentu atau dapat dibatasi
kepada hanya obat-obat W yang tertentu.
(4).
Kepala Pemerintahan setempat mengirim kepada Sec.V.St. suatu salinan dan semua
pemberian izin, pencabutan izin, dan Pembatasan izin.
(5).
Sec. V. St. memegang wewenang untuk menetapkan peraturan-peraturan umum yang
harus ditaati oleh pemegang-pemegang izin sebagai akibat pencabutan izin
mereka. Peraturan ini berlaku setelah diumumkan dalam Javase Courant.
(6).
Pada pembatalan, pencabutan atau pembatasan dari izin-izin maka(bekas) pemegang
izin atau wakil mereka yan berwenang untuk menyerahkan obat-obat yang
bersangkutan yang masih ada dalam persediaan mereka dalam jangka waktu 3 bulan
kepada seorang Apoteker, Dokter, Dokter Gigi, Dokter Hewan, Pedagang Besar yang
diakui atau dalam daerah kerjanya kepada seorang Pedagang kecil yang diakui.
Jangka waktu tersebut dalam keadaan khusus dapat diperpanjang oleh kepala
Pemerintah setempat dalam Ayat 1.
(7).
Setelah jangka waktu yang dimaksudkan dalam ayat 6 obat-obat tersebut harus
diserahkan untuk dihancurkan kepada seorang petugas yang ditentukan oleh
Secretaris Van Staat.
Pasal
7
(1).
Mereka yang inin menjadi Pedagang Besar yang diakui, harus memasukan permohonan
tertulis untuk surat kuasa dari Sec. V. St. surat kuasa ini berisi nama yang
bersangkutan dan tidak boleh dipindahkan kepada orang lain. Kuasa ini batal
dengan meninggalnya pemegang surat kuasa atau ia meninggalkan Indonesia atau
jika surat kuasa ini diberikan kepada suatu rechtspersoon maka surat kuasapun
batal pada saat batalnya rechtspersoon atau berpindahnya tempat kedudukan yang
sebenarnya dari rechtspersoon ke tempat lain di luar Indonesia.
(2).
Kuasa yang dimaksudkan pada Ayat 1 dapat ditolak dengan diberikan
alasan-alasannya.
(3).
Kuasa yang telah diberikan dapat dicabut oleh Sec.V.St. jika pemegang surat
kuasa melanggar ketentuan-ketentuan dari Ordonansi ini atau, tidak mentaati
sewajarnya syarat-syarat dalam Ayat berikut.
(4).
Surat kuas berlaku untuk semua bahan-bahan yang ditetapkan oleh Ordonansi dan
tidak dikenakan pembatasan-pembatasan lain dari pada syarat-syarat yang sama
untuk semua pemegang surat kuasa yang ditentukan oleh Sec.V.St. syarat-syarat
ini baru berlaku setelah diumumkann dalam Javase Courant.
(5).
Pada pembatalan atau pencabtan dari surat-surat kuasa maka bekas pemegang izin
atau wakil mereka berwenang untuk menyerahkan obat-obat yang bersangkutan yang
masih ada dalam persediaan mereka dalam jangka waktu waktu 3 bulan kepada
seorang Apoteker , atau Pedagang
Besar
yang diakui. Jangka waktu tersebut dalam keadaan khusus dapat diperpanjang oleh
Secretaris Van Staat.
(6).
Setelah jangka waktu yang dimaksudkan dalam Ayat 5 maka obat tersebut harus
diserhkan untuk dihancurkan kepada seorang yang ditentukan oleh Secretaris Van
Staat.
Pasal
8
(1).
Pada penyerahan kepada konsumen dari obat-obat W oleh penjual harus diserhkan
suatu peringatan tertlis dengan bentuk, warna, etiket, dan cara mwenempelkan
diatas bungkusan khusus atas petunjuk dari Sec. V. St. dan berlainan untuk
setiap jenis obat.
(2).
Sec.V.St. berwenang untuk menentukan bahwa penyerahan kepada para konsumen dari
obat-obat G dan W hanya dapat dilaksanakan dalam jumlah yang tertentu.
(3).
Peraturan-peraturan yang tersebut pada Ayat 1 dan 2 baru berlaku setelah diumumkan
dalam Javase Courant.
Pasal
9
(1).
Mereka yang mempunyai persediaan bahan G dan W untuk menyerahkan pada saat
tersebut pada pasal 2 Ayat 4 dan berdasarkan Ordonansi ini tidak berwenang atau
dinayatakn tidak berwenang untuk penyerahan bahan – bahan ini diwajibkan dalam
jangka waktu 3 bulan setelah saat tersebut memberitahukan persediaan ini kepada
Pemerintah setempat di dalam resort mana obat-obat ini terdapat bersama daftar
jumlah terperinci dari obat-obat itu.
(2).
Berhubung dengan jumlah yang didaftarkan, maka mereka yang tersebut dalam ayat
1 mempunyai wewenang untuk menyerahkan bahan-bahan ini dalam jangka waktu 6
bulan setelah saat yang dimaksudkan dalam Pasal 2 Ayat 4 kepada orang-orang
yang berhak menerima penyerahan ini.
(3).
Setelah berlakunya jangka waktu dalam Ayat 2 maka bahan-bahan yang telah
didaftar jika tidak diserahkan sebagaimana yang dimaksudkan dalam ayat yang
sama, harus diserahkan untuk dihancurkan kepada petugas yang ditentukan oleh
Secretaris van Staat.
Pasal
10
(1).
Ditetapkan suatu “Komisi Obat-obatan” yang mempunyai tugas memberikan
keterangan kepada Sec.V.St. mengenai soal-soal yang berhubungan dengan
Ordonansi ini.
(2).
Komisi tersebut terdiri dari setinggi-tingginya 9 orang anggota, termasuk Inspektur
Farmasi dari D.V.G. di jakarta yang duduk secara fungsi sebagai Ketua.
Anggota-anggota lain ditetapkan oleh Hoge Vertegenwoordigervan de Kroon di
Indonesia atas petunjuk Sec. V. St.
Pasal
11
(1).
Peraturan-peraturan selanjutnya yang diperlukan untuk melaksanakan Ordonansi
ini dikeluarkan dengan Verrordening Pemerintah.
(2).
Dalam soal-soal khusus Hoge V.V.d.Kr. di Indonesia dapat memberikan pembebasan
terhadap peraturan-peraturan yang ditetapkan dalam Ordonansi ini.
Pasal
12
(1).
Hukuman penjara setinggi-tingginya 6 bulan atau denda uang setinggitingginya 5.000
gulden dikenakan kepada :
a. Mereka yang
melanggar peraturan-peraturan larangan yang dimaksudkan dalam Pasal 3, 4 dan 5.
b. Pedagang kecil yang
diakui yang berdagang berlawanan dengan Ayat-ayat khusus yang ditentukan pada
surat izinnya atau bertentangan dengan peraturan umum yang dimaksud dalam Pasal
6 Ayat 5.
c. Pedagang Besar yang
diakui yang berdagang bertentangan dengan syarat-syarat yang dimaksud kan dalam
Pasl 7 Ayat 4.
d. Merka yang berdagang
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan pada Pasal 8 Ayat 1.
e. Merka yang berdagang
bertentangan dengan Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Sec.V.St. sesuai
dengan Pasal 8 Ayat 2.
f. Mereka yang tidak
mentaati ketentuan-ketentuan dalam Pasal 6Ayat 7; Pasal 7 Ayat 6 atau Pasal 9
Ayat 1 dan 3.
(2).
Obat-obat keras dengan mana atau terhadap mana dilakukan pelanggaran dapat
dinyatakan disita.
(3).
Jika tindakan-tindakan yang dapat dihukum dijalankan oleh seorang Pedagang
kecil atau Pedagang Besar yang diakui maka sebagai tambahan perdagangan dalam
obat keras dapat dilarang untuk jangka waktu setinggitinggnya 2 tahun.
(4).
Tindakan-tindakan yang dapat dihukum dalam Pasal ini dianggap sebagai pelanggaran.
Pasal
13
(1).
Jika suatu tindakan yang dapat dihukum dalam Ordonansi ini dilakukan oleh
rechtspersoon maka diadakan penuntutan hukuman dan hukuman dijatuhkan kepada
anggota-anggota pengurus yang berkedudukan diIndonesia atau jika tidak berada
ditempat, terhadap wakil-wakil dari rechtspersoon tersebut di Indonesia.
(2).
Ketentuan kepada ayat 1 berlaku dengan cara yang sama terhadap rechtspersoon
yang bertindak sebagai pengurus atau wakil dari rechtspersoon yang lain.
Pasal
14
(1).
Penyelidikan terhadap pelanggaran-pelanggaran dari Ordonansi ini terkecuali
kepada petugas-petugas yang pada umumnya melakukan penyelidikan dari
tindakan-tindakan yang dapat dihukum, juga ditugaskan kepada pegawai yang
diserahkan tugas atas pengawasan dari Kesehatan Rakyat, dan kepada pegawai –
pegawai dari Jawatan Bea dan Cukai.
Pasal
15
(1).
Orang-orang yang diserahkan tugas penyelidikan dari tindakan-tindakan yang
dapat dihukum menurut Ordonansi ini mempunyai wewenang untuk mengadakan
pemeriksaan-pemeriksaan rumah, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1 dari
Ordonansi tanggal 20 Agustus 1865 (St.No. 84), ditambah dengan Ordonansi
tanggal 9 Agustus 1874 ( St. No. 201) dan Ordonansi tanggal 10 Oktober 1876
(St. No. 262) sedangkan juga berlaku ketentuan Pasal 2, 3 dan 4 Ordonenasi yang
disebut pertama.
(2).
Orang-orang yang dimaksudkan dalam Ayat 1, terlepas dari wewenang bersama dengan
mereka yang menyertai mereka, setiap waktu bebas memasuki semua tempat di mana
diduga terdapat obat-obat keras yang dimaksudkan dengan Ordonansi ini.
(3).
Jika mereka ditolak untuk memasuki tempat itu, mereka dapat menjalankan tugas
mereka dengan banuan alat-alat Pemerintah yang berwajib.
Pasal
16
(1).
Ordonansi ini dapat ditunjuk dengan nama “ Undang-Undang (Ordonansi)obat-obat
keras 1949 “. Ordonansi ini juga dapat berlaku terhadap orang-orang di bawah
kekuasaan Hukum dari Hakim, yang mengadili berdasarkan Ordonansi 18 Pebruari 1932
(St. No.80).
PASAL
II
(1).
Obat-obat keras yang ditunjuk, surat-surat kuasa yang diberikan dan peraturan-peraturan,
syarat-syarat atau tindakan-tindakan lain yang ditetapkan oleh Kepala D.v.G.
sebelum saat berlakunya Ordonansi ini, untuk melaksankan “Ordonansi Obat-obat
Keras”, jika belum dicabut atau belum batal dianggap telah ditunjuk , diberikan
atau ditetapkan oleh Sec. V. St. sesuai dengan peraturan-peraturan dari
Ordonansi ini.
(2).
Mereka yang pada saat berlakunya Ordonansi Obat Keras ini memiliki obatobat keras
tanpa wewenang sesuai dengan Pasal 3 dan 4, harus menyerahkan obat-obat ini
dalam jangka waktu 1 bulan setelah berlakunya Ordonansi ini kepada orang-orang
yang mempunyai wewenang.
(3).
Mereka kepada siapa saat berlakunya Ordonansi ini telah dikirimi obat-obat keras,
yang menurut Pasal 5 pemasukannya, pengeluarannya,pengangkutannya, atau
menyuruh mengangkutnya dilarang, dapat berhubungan dengan Inspektur Farmasi
dari D.V.G. di jakarta, yang berwenang untuk mengeluarkan berdasarkan
pendangannya suatu izin pemasukan khusus (jika telah tiba pengeluaran dari Luar
Negeri) atau izin untuk pengeluaran atau untuk pengangkutan atau untuk menyuruh
mengangkutnya di dalam Wilayah Indonesia.
PASAL
III
Ordonansi
ini mulai berlaku satu hari setelah pengumumannya. Dan agar tidak ada orang
menganggap tidak mengetahuinya, Ordonansi ini akan dimasukkan dalam St. dari
Indonesia.
Diposting oleh Unknown di 09.53 0 komentar
Label: Undang - Undang Kesehatan
Langganan:
Postingan (Atom)